Kereta
Peluru Shinkansen
Ketika saya tiba di bandara Kansai -
Osaka, seorang gadis manis sudah siap menyambut saya. Ia mengenakan seragam
putih hitam mirip seragam para guru PNS di hari rabu, rambutnya diikat ekor
kuda, manis sekali senyumnya. “ Hallo, good morning…” sambutku, gadis itu
terlihat agak grogi sambil berkata : “Ohayō, omedetōgozaimasu…” kira-kira
begitulah yang saya tangkap, pasti ia mengucapkan selamat datang, selamat pagi,
saya sendiri tidak yakin dengan kalimat yang ia ucapkan sesudah itu. Lega,
itulah perasaan saya disaat menginjakkan kaki di Negara Oshin. Ternyata para cucunya Oshin , barangkali ngga jago jago amat dengan
kemampuan bahasa Inggris mereka, orang-orang Jepang sedikit sekali berbahasa
Inggris, kelihatannya mereka terlalu cinta bahasa tanah air sehingga saya agak sulit menjelaskan maksud kedatangan saya ke petugas
imigrasi, kadang-kadang kami saling molohok,
sangking tidak mengertinya memahami ucapan-ucapan antar saya dengan orang-orang
jepang. Tetap saja, sigadis manis disampingku tidak banyak membantuku dalam
memberikan penjelasan tentang apa yang diucapkan petugas imigrasi. “ Any
problem Sir…?” itulah senjata pamungkasku bila sudah mentok untuk berkata-kata. “No Problem…No Problem…” seru petugas
Imigrasi. Nah, kalau sudah begitu, modal utamaku selama berkata-kata dengan
orang Jepang ya…ngacapruk sebisa mungkin dengan bahasa Inggris.
Tanggal
15 April 2017, jam 9.00 waktu Osaka, ternyata saya dijemput oleh seorang
mahasiswa dari Indonesia , namanya Mas Okta, dia mahasiswa bahasa Jepang yang
sedang magang di Jepang. Sambil membawa kertas bertuliskan “IRAWATI”, pemuda
ini menyambut saya dengan sangat ramah. Alhamdulilah, akhirnya
saya bertemu juga dengan orang Indonesia di Jepang. Entah dibawa kemana saya,
saya pasrah saja. Rasa-rasanya kami menuju sebuah stasiun kereta api
Shinkansen, ya saya kira itu SHINKANSEN, kereta cepat dengan kecepatan antara
200 hingga 300 km/jam, hampir mendekati kecepatan suara, saya benar-benar
takjub dengan negri ini. Kita yang memiliki kereta api cepat seperti Argo
Parahyangan saja, sudah kewalahan mengelola perkereta-apian di Indonesia,
sehingga banyak palang-palang kereta api yang ditembus lalu menimbulkan
kecelakaan. Sedangkan Tōkaidō Shinkansen, jalur kereta kecepatan tinggi
Shinkansen antara Stasiun Tokyo dan Stasiun Shin-Osaka yang dioperasikan JR
Central, terlihat sangat tertib, minim kecelakaan, wah..pokoknya begitu saya merasakan
duduk di dalam Shinkansen (karena diajak oleh Mas Okta), serasa duduk di LRT
Kuala Lumpur atau LRT Singapura, tetapi dengan gerakan super cepat, namun kita
tidak merasakan bahwa kita bergerak dengan kecepatan diatas 200 km/jam,
gerakannya seperti biasa saja, ini sindrom kecepatan relatif seperti yang
diajarkan oleh guru pada pelajaran fisika tentang gerak relatif.
Saya
dan Mas Okta menuju Shin Osaka untuk bertemu dengan Pak Andri Sumaryadi,
pembimbing kami dari Kedubes Indonesia di Tokyo. Singkat cerita, saya bertemu
dengan rombongan yang lebih dahulu tiba di sebuah desa di daerah Okayama. Desa
ini sangat dingin, suhunya berkisar dibawah 17oC, karena posisi saya
sebagai pendatang baru yang belum memahami semua program, saya hanya bergerak
mengikuti alur dan episode rombongan yang kala itu dipimpin oleh Ibu Dianni
Risda. Alhamdulilah, setelah seharian berjalan menyusuri jalan Osaka - Okayama
dengan mobil carteran, malamnya saya dapat tertidur dengan nyenyak sekali. Sambil
menyimak kembali kejadian-kejadian luar biasa, fenomena yang tidak akan saya
temui di Indonesia, saya mencoba untuk menelusurinya. Satu persatu, mulai dari
karakter masyarakat di sekitar keramaian. Ternyata Jepang berhasil mendidik
masyarakatnya menjadi masyarakat pembelajar yang sangat hebat, disetiap tempat
mereka selalu menjaga jati diri mereka; orang jepang sangat ramah, entah
kalangan anak-anak ataupun orangtua sekalipun , mereka sangat ramah kepada
orang asing. Tadinya saya menduga, dengan memiliki teknologi sekeren shinkansen,
mereka boleh sedikit angkuh terhadap orang asing di negri mereka, nyatanya saya
tidak menemukan sikap arogan mereka. Sikap mereka berbeda dengan bangsa lain,
misalnya Australia. Berdasarkan pengalaman saya, di Australia ..baru saja kita
tiba di bandara mereka, semua pihak imigrasi sudah pasang kuda-kuda untuk mencari
kesalahan kita. Orang jepang memang lain, mereka rendah hati, tidak sombong,
padahal mereka bangsa yang cerdas dan menguasai teknologi terdepan dunia.
Ada
hal lain yang menarik dari lingkungan stasiun
Shin Osaka, meski lingkungan stasiun sebegitu bersih, kita tetap akan
menemukan wadah sampah dengan mudah, juga kita akan sering melihat perilaku
penduduk Jepang yang tertib membuang sampah pada tempat yang pas. Satu lagi,
kita akan terpana dengan antrian menuju toilet yang panjang dan tertib, tidak seperti di rest
area jalan tol Cipali, kita akan berebut untuk masuk toilet saja.
Budaya
yang tertib dan bersih seperti ini, patut dijadikan contoh pembelajaran untuk
anak-anak sekolah di Indonesia. Ternyata tertib dan bersih yang menjadi
fenomena bangsa Jepang,tidak terjadi di tempat keramaian saja. Selama
perjalanan Osaka - Okayama dengan mengendarai mobil sewaan,seluruh perjalanan
diwarnai dengan suasana tertib yang amat memukau hati saya.
Budaya
sakura di Tsuyama Okayama sungguh fenomenal, kita akan melihat juntaian sakura
disepanjang jalan, indah dan sangat terasa bahwa penduduk di sini amat
mensyukuri karunia yang diberikan oleh Tuhan.
Ada
pikiran menggelikan ketika kami berhenti
sebentar di rest area antara Osaka dan Okayama, disaat saya melakukan shalat
qashar dhuhur dan ashar di mobil (tentu saya melakukannya dalam kondisi
darurat), Pak Andri pergi ke toilet sambil meninggalkan kunci kontak mobil
menggantung pada posisinya, dalam pikiran saya alangkah mudahnya kalau saya
larikan saja mobil sewaan tsb, kunci mobil sudah tersedia, tinggal
breeennng….mobil bisa saya bawa kabur…hi hi…. Tetapi sesudah saya cari tahu,
ternyata tindak kriminal di Jepang sungguh minim dan jarang terjadi, maka
tindak pencurian ataupun tindak kejahatan seperti pemerkosaan, perampokan, atau
tindak kegilaan yang merugikan orang diluar diri, tidak pernah terdengar selama
saya berada di negri yang aman ini. Sebagai orang Indonesia, saya sangat iri
dengan bangsa ini.
(masih bersambung guys...)