Translate

Sabtu, 31 Juli 2021

Crokot dan pemeliharaannya

 Semua pecinta tanaman biasa nya akan tahu tentang bunga crokot, yang hidupnya disekitaran rumah, atau agak jarang juga suka tumbuh dipinggiran jalan-jalan desa.

Bagi para pensiunan yang senang berkebun bunga, jangan pernah ragu untuk menanam bunga crokot ini, selain mudah tumbuh, mudah ditanam, dan tahan banting, artinya ini bunga tidak serewel bunga anggrek yang butuh pemeliharaan yang lebih rumit. Warnanya yang tajam menyebabkan bunga ini terlihat cantik untuk diletakkan pada pot-pot bunga, lebih indah bila pot-pot tsb digantung.

Crokot ada yang berwarna putih, ping, kuning, bahkan warna campuran. Bunga ini disebut bunga pukul sembilan, karena akan bermekaran pada saat sekitar jam 9 pagi.

Silahkan rekan sesama pensiun untuk mencoba menanam dan memeliharanya. Insya Allah badan menjadi sehat dan hati menjadi senang



.

Jumat, 30 Juli 2021

Gunung Fuji, Shinkansen, dan bunga Sakura (bagian 2)

 


Kereta Peluru Shinkansen

       


Ketika saya tiba di bandara Kansai - Osaka, seorang gadis manis sudah siap menyambut saya. Ia mengenakan seragam putih hitam mirip seragam para guru PNS di hari rabu, rambutnya diikat ekor kuda, manis sekali senyumnya. “ Hallo, good morning…” sambutku, gadis itu terlihat agak grogi sambil berkata : “Ohayō, omedetōgozaimasu…” kira-kira begitulah yang saya tangkap, pasti ia mengucapkan selamat datang, selamat pagi, saya sendiri tidak yakin dengan kalimat yang ia ucapkan sesudah itu. Lega, itulah perasaan saya disaat menginjakkan kaki di Negara Oshin. Ternyata para cucunya Oshin , barangkali  ngga jago jago amat dengan kemampuan bahasa Inggris mereka, orang-orang Jepang sedikit sekali berbahasa Inggris, kelihatannya mereka terlalu cinta bahasa tanah air sehingga saya agak sulit menjelaskan maksud kedatangan saya ke petugas imigrasi, kadang-kadang kami saling molohok, sangking tidak mengertinya memahami ucapan-ucapan antar saya dengan orang-orang jepang. Tetap saja, sigadis manis disampingku tidak banyak membantuku dalam memberikan penjelasan tentang apa yang diucapkan petugas imigrasi. “ Any problem Sir…?” itulah senjata pamungkasku bila sudah mentok untuk berkata-kata. “No Problem…No Problem…” seru petugas Imigrasi. Nah, kalau sudah begitu, modal utamaku selama berkata-kata dengan orang Jepang ya…ngacapruk sebisa mungkin dengan bahasa Inggris.


   
        Tanggal 15 April 2017, jam 9.00 waktu Osaka, ternyata saya dijemput oleh seorang mahasiswa dari Indonesia , namanya Mas Okta, dia mahasiswa bahasa Jepang yang sedang magang di Jepang. Sambil membawa kertas bertuliskan “IRAWATI”, pemuda ini menyambut saya dengan sangat ramah.  Alhamdulilah, akhirnya saya bertemu juga dengan orang Indonesia di Jepang. Entah dibawa kemana saya, saya pasrah saja. Rasa-rasanya kami menuju sebuah stasiun kereta api Shinkansen, ya saya kira itu SHINKANSEN, kereta cepat dengan kecepatan antara 200 hingga 300 km/jam, hampir mendekati kecepatan suara, saya benar-benar takjub dengan negri ini. Kita yang memiliki kereta api cepat seperti Argo Parahyangan saja, sudah kewalahan mengelola perkereta-apian di Indonesia, sehingga banyak palang-palang kereta api yang ditembus lalu menimbulkan kecelakaan. Sedangkan Tōkaidō Shinkansen, jalur kereta kecepatan tinggi Shinkansen antara Stasiun Tokyo dan Stasiun Shin-Osaka yang dioperasikan JR Central, terlihat sangat tertib, minim kecelakaan, wah..pokoknya begitu saya merasakan duduk di dalam Shinkansen (karena diajak oleh Mas Okta), serasa duduk di LRT Kuala Lumpur atau LRT Singapura, tetapi dengan gerakan super cepat, namun kita tidak merasakan bahwa kita bergerak dengan kecepatan diatas 200 km/jam, gerakannya seperti biasa saja, ini sindrom kecepatan relatif seperti yang diajarkan oleh guru pada pelajaran fisika tentang gerak relatif.

            Saya dan Mas Okta menuju Shin Osaka untuk bertemu dengan Pak Andri Sumaryadi, pembimbing kami dari Kedubes Indonesia di Tokyo. Singkat cerita, saya bertemu dengan rombongan yang lebih dahulu tiba di sebuah desa di daerah Okayama. Desa ini sangat dingin, suhunya berkisar dibawah 17oC, karena posisi saya sebagai pendatang baru yang belum memahami semua program, saya hanya bergerak mengikuti alur dan episode rombongan yang kala itu dipimpin oleh Ibu Dianni Risda. Alhamdulilah, setelah seharian berjalan menyusuri jalan Osaka - Okayama dengan mobil carteran, malamnya saya dapat tertidur dengan nyenyak sekali. Sambil menyimak kembali kejadian-kejadian luar biasa, fenomena yang tidak akan saya temui di Indonesia, saya mencoba untuk menelusurinya. Satu persatu, mulai dari karakter masyarakat di sekitar keramaian. Ternyata Jepang berhasil mendidik masyarakatnya menjadi masyarakat pembelajar yang sangat hebat, disetiap tempat mereka selalu menjaga jati diri mereka; orang jepang sangat ramah, entah kalangan anak-anak ataupun orangtua sekalipun , mereka sangat ramah kepada orang asing. Tadinya saya menduga, dengan memiliki teknologi sekeren shinkansen, mereka boleh sedikit angkuh terhadap orang asing di negri mereka, nyatanya saya tidak menemukan sikap arogan mereka. Sikap mereka berbeda dengan bangsa lain, misalnya Australia. Berdasarkan pengalaman saya, di Australia ..baru saja kita tiba di bandara mereka, semua pihak  imigrasi sudah pasang kuda-kuda untuk mencari kesalahan kita. Orang jepang memang lain, mereka rendah hati, tidak sombong, padahal mereka bangsa yang cerdas dan menguasai teknologi terdepan  dunia.

            




Ada hal lain yang menarik dari lingkungan stasiun Shin Osaka, meski lingkungan stasiun sebegitu bersih, kita tetap akan menemukan wadah sampah dengan mudah, juga kita akan sering melihat perilaku penduduk Jepang yang tertib membuang sampah pada tempat yang pas. Satu lagi, kita akan terpana dengan antrian menuju toilet yang  panjang dan tertib, tidak seperti di rest area jalan tol Cipali, kita akan berebut untuk masuk toilet saja.



Budaya yang tertib dan bersih seperti ini, patut dijadikan contoh pembelajaran untuk anak-anak sekolah di Indonesia. Ternyata tertib dan bersih yang menjadi fenomena bangsa Jepang,tidak terjadi di tempat keramaian saja. Selama perjalanan Osaka - Okayama dengan mengendarai mobil sewaan,seluruh perjalanan diwarnai dengan suasana tertib yang amat memukau hati saya.

Budaya sakura di Tsuyama Okayama sungguh fenomenal, kita akan melihat juntaian sakura disepanjang jalan, indah dan sangat terasa bahwa penduduk di sini amat mensyukuri karunia yang diberikan oleh Tuhan.




 


 

   Ada pikiran  menggelikan ketika kami berhenti sebentar di rest area antara Osaka dan Okayama, disaat saya melakukan shalat qashar dhuhur dan ashar di mobil (tentu saya melakukannya dalam kondisi darurat), Pak Andri pergi ke toilet sambil meninggalkan kunci kontak mobil menggantung pada posisinya, dalam pikiran saya alangkah mudahnya kalau saya larikan saja mobil sewaan tsb, kunci mobil sudah tersedia, tinggal breeennng….mobil bisa saya bawa kabur…hi hi…. Tetapi sesudah saya cari tahu, ternyata tindak kriminal di Jepang sungguh minim dan jarang terjadi, maka tindak pencurian ataupun tindak kejahatan seperti pemerkosaan, perampokan, atau tindak kegilaan yang merugikan orang diluar diri, tidak pernah terdengar selama saya berada di negri yang aman ini. Sebagai orang Indonesia, saya sangat iri dengan bangsa ini.


(masih bersambung guys...)

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

yang sering mampir disini

Potongan Video

  B agaimana pendapat PBB tentang penjajahan? PBB telah mengeluarkan berbagai pernyataan dan resolusi yang menegaskan prinsip-prinsip anti-p...

paling populer