The course of study in Japan
Tak terasa saya memasuki hari ke sebelas,tepat tanggal 21 April 2017, perjalanan kami masih dipenuhi oleh perkuliahan yang melelahkan. Hari ini kami mengikuti perkuliahan Prof. Isao Murayama,dengan tema The course of study in Japan (from a problem solving point of view) atau Kursus studi di Jepang (dari sudut pandang pemecahan masalah).
Aktivitas
rombongan dimulai setelah sarapan pagi di hotel Assen Plaza, sampai di kampus jam 10.16 ,rombongan langsung diterima
oleh prof.Kumano Yoshisuke. Rombongan masuk keruang kelas 217B, menerima
perkuliahan dari Prof. Isao Murayama.
Selesai
perkuliahan,peserta laki-laki melakukan shalat jum’at disebuah mushala di
tengah kota.
Bila saya kilas balik ke perkuliahan Prof. Isao Murayama, ternyata sistem pendidikan di Indonesia dan sistem pendidikan di Jepang jauh berbeda. Di negara Jepang, pendidikan benar-benar diperhatikan hingga detilnya, sedangkan di Indonesia hanya membahas mata pelajaran wajib. Maka wajar bangsa tersebut memiliki peringkat dalam pendidikan dan teknologi internasional. Seandainya negara Indonesia melirik sistem pendidikan Jepang, tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia memiliki SDM yang benar-benar berkualitas dalam jumlah yang banyak.
Di Indonesia, pendidikan wajib hanya sembilan tahun. Pendidikan di Jepang terdiri dari sistem 6-3-3-plus yaitu enam tahun Sekolah Dasar, tiga tahun SMP, dan tiga tahun SMA, plus 2-4 tahun kuliah; 1-4 tahun kuliah pelatihan khusus (special training college). Sembilan tahun pendidikan pada Sekolah Dasar dan SMP adalah wajib (usia 6-15 tahun), dan tidak dikenakan biaya sekolah selama periode ini. Semua anak yang telah mencapai usia 6 tahun pada 1 April tahun ajaran tersebut layak untuk mendaftar pada tingkat pertama di sekolah dasar. Kalau di Indonesia kan wajib sekolah pas umur 7 tahun ya.
Disekolah dasar, kelas dipegang dan dibimbing guru kelas seperti di negara kita,di SMP ada guru mata pelajaran masing-masing untuk satu pelajaran Orangtua tidak dipungut biaya, hanya diminta biaya untuk makan siang, kunjungan lapangan,dan studi tur, tidak beda jauh lah dengan di kita. Alat tulis juga menjadi tanggungan ortu.Berbeda dengan Indonesia yang selalu melakukan pembayaran SPP per bulan, terutama untuk sekolah-sekolah swasta.Ditambah lagi dengan biaya tambahan untuk fotocopy soal,buku cetak, pembelian buku kerja siswa, dan lain sebagainya.Di pendidikan wajib Jepang, seorang murid tidak dapat loncat kelas yang berbeda dengan pendidikan Indonesia. Mereka harus melewati mulai dari kelas 1 ke kelas 2, 2 ke 3, 3 ke 4 dan seterusnya. Murid juga tidak harus mengulang tingkat yang sama. Akan tetapi jika murid kehilangan waktu belajar akibat sakit atau sebab-sebab lain, mereka bisa tinggal di tingkat yang sama. Untuk melanjutkan ke SMA setelah menyelesaikan pendidikan wajib, murid harus lulus ujian saringan masuk. Ketika seorang murid mendaftar di sekolah dasar atau SMP, mereka akan ditempatkan di tingkat yang sesuai dengan umurnya. Ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan karena tahun ajaran sekolah terkadang berbeda tergantung pada negara masing-masing.Adapun perbedaan lain antara Indonesia dan Jepang dari segi seragam sekolah, transportasi, dan bangunan sekolah. Di Jepang,pemakaian seragam sailor pertama kali disahkan sejak tahun 1921. Sekolah Kinjou Gakuin di Aichi yang memutuskan menggunakan seragam sailor. Adapun anak laki-laki mereka berseragam seperti tentara Jepang dulu, lengkap dengan topinya yang disebut dengan 'gakuran'. Alasan penggunaan seragam tersebut adalah untuk memudahkan siswa-siswi untuk melakukan berbagai aktivitas. Selain itu, seragam sekolah Jepang lekat dengan pemakaian jas yang dianggap lebih membuat kesan rapi, sopan, dan mewah.
Bedanya
dengan seragam yang ada di Indonesia adalah seragam memiliki tiga warna dan
satu model. Warnanya terdiri dari merah putih, pramuka, dan biru dongker atau abu-abu. Warna yang
membedakan perbedaan jenjang pendidikan adalah antara seragam yang berwarna
merah putih (SD), biru (SMP), dan abu-abu (SMA), sedangkan seragam pramuka
wajib digunakan semua jenjang kecuali tk pada hari Jumat atau Sabtu.
Di Jepang, anak sekolahan dari tingkat dasar hingga tingkat atas dilarang keras menggunakan kendaraan bermotor, baik sepeda motor maupun mobil, kecuali menggunakan angkutan bis siswa (umumnya untuk anak taman kanak-kanak dan sekolah dasar).
Sedangkan
di Indonesia, anak sekolah menengah pertama pun dibiarkan untuk naik sepeda
motor padahal belum cukup umur untuk menggunakan kendaraan ini. Mereka bahkan
terlihat begitu bangga memperlihatkan motor dan mobil mereka kepada orang lain
yang bisa saja membuat orang lain miris akan hal tersebut. Tapi hanya sedikit kasusnya saya kira
Di Jepang, gedung atau bangunan pendidikan terlihat modern. Sekolah di Jepang mayoritas memiliki gedung olahraga yang luas dan lengkap, dan lapangan sekolahnya biasanya digunakan untuk acara-acara sekolah dan festival sekolahan serta untuk upara bendera. Toiletnya pun sangat terjaga kebersihannya. Untuk kebersihan kelas, biasanya setelah jam pulang sekolah sekitar pukul 3 sore seluruh siswa dikelas bergotong royong membersihkan kelas, menyapu, mengelap kaca, mengepel lantai, mengatur atribut kelas (meja dan kursi diatur rapi) sehingga pada keesokan harinya, tidak repot membersihkan kelas yang masih kotor dan halaman yang berhamburan sampah.Tidak seperti di Indonesia, lapangan upacara dijadikan banyak fungsi, baik olahraga, acara sekolah, fastival sekolahan, dll. Toiletnya pun dibiarkan kotor setelah digunakan, dan biasanya setelah lonceng pulang berbunyi, langsung keluar kelas dan buru-buru pulang. Sehingga pada keesokan harinya, sekalipun saat jam pelajaran sedang berlangsung, masih ada yang sibuk membersihkan ruang kelas. Kecuali ada banyak sekolah yang kebersihannya diserahkan pada penjaga sekolah atau cleaning services khusus, terutama dilakukan oleh sekolah-sekolah kalangan orang berduit.
Jam masuk di Jepang adalah pukul
08.00 pagi sampai pukul 03.00 sore dan di Indonesia umumnya adalah pukul 07.00
sampai pukul 02.00 siang. Kalau di Jepang sekali siswa terlambat akan diminta
untuk membuat surat perjanjian tidak akan mengulangi lagi. Jika mengulanginya
lagi akan diberikan sanksi skorsing.
Sedangkan di Indonesia tidak. Saat ada anak yang terlambat masuk kesekolah hanya meminta surat ijin masuk sekolah dan mendapatkan sedikit hukuman namun tetap diijinkan masuk ke sekolah keesokan harinya. Tapi ada juga sekolah yang super ketat kedisiplinan nya, ada juga yang suka-suka bagaimana gurunya saja...😀
Itulah sebagian dari perbedaan sistem pendidikan Indonesia dengan sistem pendidikan Jepang. Tidak heran negara Jepang menjadi negara yang begitu maju dan memiliki peringkat kelima setelah Finlandia, Korea Selatan, dan Hongkong. Lalu disusul dengan Singapura dan Inggris berdasarkan tabel Liga Global yang diterbitkan oleh Firma Pendidikan Pearson lalu.
Pada dasarnya proses pendidikan di Jepang dan di Indonesia saat ini ,tidak berbeda jauh,hanya saja pendidikan di Jepang lebih mendahulukan pendidikan karakter kemudian konten baru diberikan setelah penanaman karakter diberikan sejak dini. Untuk hal satu ini, Indonesia perlu meniru gaya atau pola pendidikan seperti ini. Karakter adalah modal utama manusia untuk hidup di lingkungan dimana ia berada. Tanpa karakter yang benar seseorang tidak akan memberi manfaat terhadap lingkungan kehidupannya, sehingga penilaian karakter di sekolah-sekolah di Indonesia harus terukur dan valid. Namun pada kenyataannya para guru masih subjektif dalam proses pemberian nilai sikap siswa,karena pendidikan karakter di Indonesia baru saja dimulai, dan proses pembelajarannya
di tingkat dasar harus benar-benar dirumuskan agar sesuai kebutuhan siswa kelas
dasar. Untuk itu ada beberapa masukan untuk pembentukan karakter yang ingin
dicapai dari pendidikan di Indonesia. Agar pendidikan di usia awal (PAUD),
dimulai dari pembelajaran karakter agar siswa menjadi religius, nasionalis,
mandiri, gotong royong, integritas . Ketika di awal usia anak karakter sudah
terbentuk,dengan sendirinya proses pembelajaran karakter itu akan melekat
hingga anak menjadi dewasa. Konten pelajaran disarankan jangan terlalu banyak,
karena bila usia tidak sesuai dengan apa yang dicerna, pembelajaran tidak akan
bermakna,bahkan hanya membuang-buang waktu saja.Sebaiknya
guru-guru Indonesia lebih sering dikirim langsung ke Negara-negara maju,agar
mereka dapat mempelajari etos kerja SDM Negara lain, sehingga para guru
mendapatkan referensi yang sangat representative untuk kemajuan pendidikan
bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar