Jalan-jalan ke SD dan SMP di Jepang
Menu sarapan, sederhana tapi sehat. |
Hari ini, kegiatan dimulai sekitar jam setengah sembilan dari hotel langsung menuju SD Shimizu Oka, kami diterima oleh Kepala Sekolah dan staf Guru, dilanjutkan dengan diskusi tentang semua permasalahan sekolah dengan persoalan-persoalannya.Rombongan dibagi menjadi 2, Rombongan guru SD mengunjungi kelas-kelas SD dan Rombongan guru SMP mengunjungi kelas-kelas SMP. Selesai kunjungan kelas, rombongan berdiskusi kembali tentang persoalan-persoalan di sekolah baik di Jepang maupun di Indonesia. Kunjungan dilanjut ke Dewan Pendidikan Kota Shizuoka. Berdiskusi tentang permasalahan pendidikan di Kota Shizuoka.
Sekolah Dasar di Shimizu Oka
Lebih dari 99% dari Jepang anak-anak usia sekolah dasar terdaftar di sekolah. Semua anak-anak memasuki kelas 1 pada usia 6 tahun, dan sekolah mulai dianggap sebagai peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak. Hampir semua pendidikan dasar berlangsung di sekolah umum; kurang dari 1% dari sekolah swasta (karena sekolah swasta cenderung mahal). Kebanyakan sekolah negeri, tidak mewajibkan seragam, namun harus mengenakan name tag di saku kiri baju. Lalu, biasanya ada juga badge di bahu kirinya, yang warnanya disesuaikan dengan tingkatan kelas (misalnya kuning untuk kelas 1).Tas anak SD dilengkapi dengan peluit kecil (ini dibagikan gratis dari sekolah). Peluit ini diajarkan kepada anak-anak agar ditiup kalo bertemu dengan orang yang mencurigakan dan mengganggu. Kemudian juga harus membawa thermos air minum tiap hari (karena tidak ada pedagang kaki lima yang nangkring di pagar sekolah). Mereka juga diwajibkan untuk membawa mug kecil (wadah air sebagai tempat kumur2 pada saat sikat gigi sehabis makan siang). Lalu lap tangan dan serbet untuk alas makan siang. Semua alat itu dibawa bolak balik ke sekolah, kecuali sikat gigi dan mug (tapi harus dicuci dahulu setiap kali pulang). Siswa SD di Jepang memiliki tugas melayani makan siang (menuangkan makanan ke piring) teman-temannya (beregu bergantian sesuai piket). Hal ini dilakukan atas dasar untuk mengajarkan kerjasama tim dari mulai usia dini.
Pelajaran di tingkat SD biasanya hanya ada 4 yaitu : Huruf Jepang (menulis dan membaca), Matematika, Olahraga dan Budi Pekerti. Pendidikan dasar di Jepang tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir pun tidak ada, karena SD dan SMP masih termasuk kelompok "compulsoy education”, sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP.
Tentu saja guru tetap melakukan ulangan sekali2 untuk mengecek daya tangkap siswa. Dan penilaian ulangan pun tidak dengan angka tetapi dengan huruf : A, B, C, kecuali untuk matematika. Dari kelas 4 hingga kelas 6 juga dilakukan test IQ untuk melihat kemampuan dasar siswa. Data ini dipakai bukan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan hasil test IQ-nya, tetapi untuk memberikan perhatian lebih kepada siswa dengan kemampuan di atas normal atau di bawah normal. Perlu diketahui, siswa-siswa di Jepang tidak dikelompokkan berdasarkan kepandaian, tetapi semua anak dianggap `bisa` mengikuti pelajaran, sehingga kelas berisi siswa dengan beragam kemampuan akademik.
Compulsory Education di Jepang dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses penuh kepada semua anak untuk mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD dan SMP) dengan menggratiskan ‘tuition fee’, dan mewajibkan orang tua untuk menyekolahkan anak (ditetapkan dalam Fundamental Law of Education). Untuk memudahkan akses, maka di setiap distrik didirikan SD dan SMP walaupun daerah kampung dan siswanya minim (per kelas 10-11 siswa). Orang tua pun tidak boleh menyekolahkan anak ke distrik yang lain, jadi selama masa compulsory education, anak bersekolah di distrik masing-masing.
Tentu saja mutu sekolah negeri di semua distrik sama, dalam arti fasilitas sekolah, bangunan sekolah, tenaga pengajar dengan persyaratan yang sama (guru harus memegang lisensi mengajar yang dikeluarkan oleh Educational Board setiap prefecture). Oleh karena itu mutu siswa SD dan SMP di Jepang yang bersekolah di sekolah negeri dapat dikatakan `sama`, sebab Ministry of Education mengondisikan equality di semua sekolah. Saat ini tengah digalakkan program reformasi yang memberi kesempatan kepada sekolah untuk berkreasi mengembangkan proses pendidikannya, tetapi tetap saja dalam pantauan MOE.
1) adanya unsur paksaan agar peserta didik bersekolah,
2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar,
3) ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah
4) tolok ukur keberhasilan Wajar adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah.
Berbeda dengan Wajib Belajar di Indonesia dicirikan:
1) tidak bersifat paksaan melainkan persuasif
2) tidak ada sanksi hukum, sekedar sanksi moral
3) tidak diatur dalam undang-undang tersendiri
4) keberhasilan diukur dengan angka partisipasi dalam pendidikan
Sekolah Menengah Pertama di Shimizu Oka
Tidak seperti siswa SD, siswa SMP memiliki guru yang berbeda untuk mata pelajaran yang berbeda. Instruksi di SMP cenderung mengandalkan metode ceramah. Guru juga menggunakan media lain, seperti televisi dan radio, dan ada beberapa pekerjaan laboratorium. Semua orang harus belajar karya klasik sejak SMP. Karya tertua yang terkenal adalah GENJI MONOGATARI atau HIKAYAT GENJI yang umurnya 1000 tahun! Tidak hanya sebatas informasi saja yang diberikan di SMP dan SMU Jepang, namun mereka juga diajari Tata Bahasa Jepang Klasik yang dipakai pada saat HIKAYAT GENJI ini dibuat.Di tingkat SMP dan SMA, sama seperti di Indonesia, ada dua kali ulangan, mid test dan final test, tetapi tidak bersifat wajib atau pun nasional. Di beberapa prefecture yang melaksanakan ujian, final test dilaksanakan serentak selama tiga hari, dengan materi ujian yang dibuat oleh sekolah berdasarkan standar dari Educational Board di setiap prefektur. Penilaian kelulusan siswa SMP dan SMA tidak berdasarkan hasil final test, tapi akumulasi dari nilai test sehari2, ekstra kurikuler, mid test dan final test. Dengan sistem seperti ini, tentu saja hampir 100% siswa naik kelas atau dapat lulus.
Pemerintah menginginkan tentara yang lebih kuat dan tenaga kerja yang lebih baik, serta populasi yang lebih teredukasi agar bisa menyaingi negara Barat. Pemerintah melihat nutrisi menjadi salah satu batu loncatan yang krusial untuk mencapainya. Salah satu jejak historis dari kyuushoku bisa dilihat dari sebuah sekolah dasar di Prefektur Shizuoka yang menyediakan makan siang bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Budi pekerti, disiplin, kebersihan, etika dan sopan santun (bukan agama) harus ditanamkan sejak dini. Ajaran-ajaran tersebut bukan hanya diajarkan dalam teori saja, namun harus dipraktekkan dan dilatih setiap hari agar tumbuh menjadi suatu kebiasaan.
Rekomendasi
Pada kegiatan makan siang sekolah disebut kyuushoku (給 食), siswa dilibatkan secara langsung mulai dari proses penyediaan makan siang hingga proses penyelesaiannya, disini terlihat bahwa team work yang kompak dibentuk oleh Jepang sejak warga mereka masih belia, sebuah hal yang patut dicontoh dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Makan siang khas sekolah memiliki karbohidrat, yang bisa berupa nasi, roti atau pasta / mie dari beberapa jenis; 1 atau 2 protein (tidak selalu ikan); beberapa sayuran; Dan sering sup dari beberapa macam. Terkadang ada makanan kecil juga, seperti puding karamel atau sejenisnya. Sebuah wadah atau botol susu selalu disertakan. Ini diprakarsai oleh pemerintah federal pada periode pascaperang, berdasarkan keyakinan bahwa susu sangat penting bagi kesehatan anak-anak, dan berlanjut sampai hari ini. Dari komposisi jenis makanan yang disediakan, pemerintah bisa mengontrol tingkat kesehatan warganya,bahkan dapat mengantisipasi hal-hal buruk yang terjadi pada kesehatan warganya. Semua ini tentu menjadi contoh projek yang dapat dilakukan oleh pemerintahan kita. Dengan istilah apapun namanya, mengadopsi program-program dari Negara ini bukan hal yang tidak mungkin untuk kita coba.
Ada hal menarik khusus yang tertuju pada rombongan, yaitu penggunaan sandal tradisional yang diberikan pada para tamu sekolah. Begitu tamu hendak menuju ruangan di sekolah,semua tamu harus melepas sepatu masing-masing dan menggantinya dengan sandal tradisional. Ide sederhana untuk menjaga kebersihan sekolah tentunya, mungkin cara-cara sederhana lainnya boleh juga dijadikan projek baru di sekolah-sekolah kita di Indonesia.
Pendidikan di Jepang mencakup pendidikan formal di sekolah, pendidikan moral di rumah, dan pendidikan masyarakat (pendidikan seumur hidup). Wajib belajar pendidikan dasar dan menengah berlaku untuk penduduk berusia 6 tahun hingga 15 tahun. Penduduk terdaftar yang memiliki anak usia wajib belajar akan menerima pemberitahuan untuk memasukkan anak ke sekolah. Sebagian besar lulusan sekolah menengah pertama melanjutkan ke sekolah menengah atas.
Sekolah negeri atau sekolah umum (公立学校 kōritsu gakkō) diselenggarakan oleh pemerintah prefektur atau pemerintah kota, dan kadang-kadang oleh pemerintah pusat. Sebagian besar sekolah dasar negeri dan sekolah menengah pertama negeri dikelola pemerintah kota. Sebagian besar sekolah menengah atas dikelola oleh pemerintah prefektur, dan kadang-kadang oleh pemerintah kota. Sekolah swasta (市立学校 shiritsu gakkō) diselenggarakan oleh badan hukum. Hal ini tidak jauh berbeda dengan di Indonesia,namun karena pemerintan daerah di Indonesia jauh berbeda kemampuan anggarannya untuk satu daerah dengan daerah lainnya, alangkah lebih baik pendidikan di Indonesia tetap diselenggarakan sepenuhnya oleh pemerintahan pusat. Semakin jauh diurus oleh pemerintahan daerah, maka penyerapan penguatan pendidikan karakter yang ingin ditanamkan oleh pemerintahan akan sulit terselenggara.
Struktur pendidikan
Tahun ajaran dimulai bulan April. Kegiatan belajar mengajar berlangsung dari Senin hingga Jumat (sekolah negeri) atau Sabtu (sekolah swasta). Satu tahun ajaran dibagi menjadi 3 caturwulan yang dipisahkan oleh liburan singkat musim semi dan musim dingin, serta liburan musim panas yang lebih panjang. Lama liburan sekolah bergantung kepada iklim tempat sekolah tersebut berada. Otomatis pendidikan dasar di Jepang lebih lama mengalami musim liburan,berbeda dengan di Indonesia, masa liburan hanya di tempuh dalam 2 kali akhir semester,alangkah baiknya liburan anak sekolah juga diisi dengan program –program out door semisal home stay di rumah penduduk, berlibur di suatu desa , dimana siswa diharapkan belajar di kehidupan nyata untuk memantapkan nilai-nilai karakter yang ingin ditanamkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar